Senin, 12 Mei 2008

Konsep Agama Dalam Dialog Agama di Indonesia

Berbicara agama khususnya di Indonesia yang majemuk, membuat sistem pengetahuan akan agama berbeda pula. Di mana agama dipandang sebagai pengetahuan realita yang harus di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam buku Agama dalam Dialog, khususnya dialog Kristen-Islam mengatakan suatu dialog pemersatu tidak mungkin. Tidak mungkin kita mencari kesamaan antara Yesus dan Nabi Muhammad (seharusnya padanan Yesus tentu Al-Quran). Peserta Muslim tidak mungkin melepaskan bahwa Muhammad adalah Nabi pengunci dan kita orang Kristen tidak mungkin melepaskan bahwa Yesuslah “sang jalan, kehidupan dan kebenaran” dan bahwa tidak ada nama lain... yang olehnya kita dapat diselamatkan” dan bahwa dengan Yesus Sang Sabda wahyu Ilahi sudah lengkap dan sempurna. Sebagaimana Islam menganggap Yesus sebagai nabi saja. Yang tentu mungkin : Dialog dengan tujuan untuk saling mengenal dengan lebih baik, sehingga pelbagai prasangka dan salah paham berkurang .
Dari tanggal 7-9 Agustus 1997, mengadakan konfrensi bersama oleh IAIN Jakarta-Yogyakarta. Sesi ini membicarakan theological resources untuk saling memahami di antara Islam-Kristen, diolag ini menyimpulkan untuk mempertahankan dialog dalam suasana kerukunan beragama, Schumann berkata belajar untuk bersikap realistic dan tidak memutlakkan idealismenya. Maka seperti yang dialami dalam kehidupan sebagai orang Kristen di Indonesia, pergumulannya adalah “pergumulan rangkap”, dan mempertahankan dialog dan sikap realistic dalam ketegangan yang kreatif merupakan sikap tepat .
Tarmizi Taher berpendapat kesulitan di dalam hubungan agama-agama di Indonesia yang menyebabkan agama-agama tidak rukun satu sama lain disebabkan oleh karena keyakinan yang keliru bahwa diri sendiri yang benar sedangkan yang lain adalah salah . Demikian halnya dengan agama Hindu, kerukunan antar-umat Hindu di Indonesia mempunyai sejarah budaya yang berakar jauh ke masa lampau. Tanpa diatur dengan peraturan pun, kerukunan berlangsung dengan dilandasi system nilai yang membudaya. Toleransi menjadi akar kerukunan. Ditekankan juga bahwa rasa saling menghargai dan menghormati harus datang dari hati ke hati. Dalam ajaran Hindu, puncak berketuhanan Yang Maha Esa adalah penyatuan jiwa dengan sumber yang Mahakuasa yang jauh melampaui pemahaman, kepercayaan dan penghayatan. Setelah jivanmukti tercapai, yang ada hanya kasih sayang tanpa pamrih. Pada tataran ini “Tat Twam Asi” (Aku Adalah Engkau” ) mendasarkan pemahaman dan pengalaman bahwa aku melihat Tuhan di dalam dirimu, maka aku menghormati dan mengasihi dirimu tanpa pamrih. Dalam suasana batin seperti inilah umat Hindu melihat kerukunan yang universal dan langgeng bisa dicapai .
Arti agama bagi umat Hindu, agama dibuat untuk memudahkan manusia memahami, menghayati dan menerapkannya sebelum mampu menghayati abstraksi. Ada pemahaman tentang trimurti, yaitu Brahma, Wishnu dan Shiva. Tetapi di balik trimurti itu Brahman menjiwai semuanya. Dalam perjalanan Atman menuju penyatuan kembali dengan maha sumbernya, Atman akan mencapai tingkatannya yang terakhir yaitu Parama Atman. Dalam penghayatan kehidupan umat Hindu sehari-hari, proses itu pun dikenal dengan nama Shiva, Sadha Shiva dan Prama Shiva. Proses ini adalah transformasi yang bersifat transcendental, yang dalam bahasa sehari-hari disebut proses mencari jati diri.
Konsep Tuhan dalam ajaran agama Hindu dilandasi sebuah sloka dalam Bhagavad Gita : “Ye yatha mam prapadyante tanis tathai va bhajamy aham vartma muvartante manusyah partah, sarvasah ”, yang artinya “dengan jalan bagaimanapun orang-orang memujaku, dengan jalan yang sama itu juga Aku memenuhi keinginan mereka. Melalui banyak jalan manusia mengikuti jalan-Ku, oh partha.
Sikap toleran Sang Buddha terhadap agama lain diceritakan dalam riwayat percakapan beliau dengan Upali, seorang penganut aliran Jaina, tentang hukum karma. Setelah berdiskusi panjang lebar, Upali meminta agar ia (Upali) dapat diterima oleh Sang Buddha sebagai muridnya. Sampai tiga kali Sang Buddha menolak permintaan itu. Akhirnya Buddha menerima Upali sebagai penganutnya, namun mengatakan: “Kami menerima Anda sebagai umatku, sebagai muridku, dengan harapan Anda tetap menghargai agamamu dan menghormati bekas gurumu itu serta membantumu.”
Menurut perkataan Kimball, Charles dalam dialog agama; sebagai intuisi manusia, semua agama sangat rentan untuk diselewengkan. Agama-agama besar yang tahan dari ujian waktu telah melakukan yang demikian itu melalui Allah proses pertumbuhan dan pembaharuan yang terus-menerus, suatu proses yang senantiasa menyatukan kaum beriman –Yahudi, Hindu, Buddha, Muslim, Kristen, dll – melalui kebenaran abadi yang ada dijantung agama-agama mereka. agama-agama itu tentu berbeda dalam banyak hal, namun mereka memiliki kesamaan dalam mengajarkan orientasi menuju Tuhan atau hubungan transenden, konstruktif, dan saling menghargai antar sesama didunia ini. Yesus menangkap esensi ajaran ini ketika menjawab pertanyaan tentang perintah yang terbesar. Cintailah Tuhanmu dengan sepenuh hati dan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terbesardan pertama. Dan perinatah ayang kedua adalah sebagai berikut : cintailah tetanggamu sebagai kamu mencintai dirimu. Pada dua perintah inilah seluruh hukum dan nabi bersandar .
Penulis mencoba melontarkan pertanyaan ini kepada salah seorang tokoh agama, politik mempertanyakan dialog antar umat agama di Indonesia dapat berjalan dengan akur ? namun beliau menjawab tidak akan bisa mencapai dialog yang baik, alasan setiap agama mempunyai kepercayaan yang berbeda tentu Tuhannya juga beda, doktrin atau ajaran .
Banyak pendapat dilontarkan dalam dialog antar umat beragama di Indonesia, bahkan mendefenisikan agama lain menurut agama masing-masing terhadap yang lain. Tidak kalah dengan pendapat mereka, penulis berpendapat bahwa dialog antar umat beragama tidak dapat berajalan dengan rukun. Sebab tidaklah mungkin “aku adalah orang lain dan orang lain adalah aku” pribadiku adalah agamaku dan agamamu adalah pribadimu. Apabila ditanya dari hati kehati agama siapakah yang benar maka pastilah hatinya berkata agamakulah yang benar. Namun siapa bisa menyelidiki hati kalau bukan Tuhan sendiri, Jadi lebih baik tidak berbicara tentang agama tetapi berbicara dalam sikap dan moral serta hukum yang berlaku sesuai dengan hukum tertulis di Indonesia. Tetapi agama dapat rukun jika tidak idealis dan agama menjadi pluralis itulah kerukunan.

Daftar Pustaka

Schumann, Herbert,. Agama Dalam Dialog, 2003
Weyangoe, Agama dan Kerukunan, 2002
Charles, Kimball,. Kala Agama Jadi Bencana, 2002

Tidak ada komentar: