Selasa, 13 Mei 2008

Praksis Teologi Akar Rumput

Pendahuluan

Ide dan gagasan Pdt. Josef P. Widyatmatja.M.Th. Membuat praksis teologi akar rumput dalam kehidupan sebagai alternatif dalam berteologi di Indonesi. Teologi ini tercipta karena realitas dalam kehidupan bergereja terutama di Indonesia tidak sesuai dengan apa yang di jalankan oleh misi gereja. Josef mengatakan dalam berteologi akar rumput ini hanya untuk memudahkan pelayanan dalam mewujudkan keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan. Teologi ini juga pernah menjadi bahan perbandingan yang di pakai oleh STT Jakarta tahun 1934 yang ingin mengupayakan teologi yang tidak asing bagi bangsa Indonesia dan berbuah bagi gereja-gereja di Indonesia.


Menurut Teologi praksisinya tidak bisa lepas dari kehendak dan pernyataan Allah yang dapat dikenal oleh manusia melalui refleksi pengalaman hidup manusia dalam perjumpaan dengan ciptaan Allah. Refleksi manusia tentang Allah tidak pernah lepas dari suatu lokus tertentu, baik waktu, tempat, pribadi dan komunitas seseorang. Seperti teologi Israel atau iman Israel kepada Yahweh, tak dapat di lepaskan dari pengalaman Israel sebagai umat dalam sejarah pembebasan. Tanpa peristiwa keluaran, praksisi dalam kehidupan, maka iman Israel berada dalam ruang hampa tanpa konteks.
Dengan demikian, praksis manusia dalam sejarah tidak bisa lepas dari iman. Tanpa praksis, iman tidak bisa hidup; sama seperti ikan tanpa air. Josef juga mengatakan teologi yang hanya mencari iman dalam Alkitab akan mendapat iman yang keringan karena iman tak dapat lepas dari praksis. Jadi teologi kepada Allah dan Alkitab tidaklah cukup dan mengharuskan praksisnya. Itu sebabnya untuk mempelajari teologi harus mengetahui praksis dan melakukannya setiap hari ( iman tanpa perbuatan adalah sia-sia)
Josef mengemukakan beberapa teologi gereja di Indonesia Yang masuk seperti teologi swalayan yang bercirikan dari gereja induk Eropa, Barat dan penerus iman gereja sponsor. Sehingga terjadi banyak penyesuaian kondisi di Indonesia. Ciri teologi gereja-gereja tersebut adalah:
1. Positivisme, artinya bersikap positif terhadap warisan dan tradisi masa lalu. (no kritik)
2. Eksistensialisme, artinya bersikap mempertahankan keberadaan dirinya. (egois)
3. Metafisik, artinya perhatian hanya pada dosa dan keselamatan rohani yang individual. (berdiam pada dosa sosial)
4. Universalisme, artinya ajaran geeja berlaku di segala tempat dan waktu. (konteks budaya lain diabaikan)
5. Klerik dan akademis artinya peranan pejabat gereja dan akademis amat dominan dalam teologi gereja. ( hanya akademis yang mempunyai jabatan di gereja)
Kesimpulan kritik terhadap ciri gereja swalayan ini mereka bukan menjaga kepentingan rakyat seperti lingkungan hidup, keadilan, demokrasi dan HAM. Formalitas dan legalitas menjadi bagian penting pada teologi gereja. teologi midrip dengan dagangan dalam pasaran swalayan, bahwa yang di perdagangkan harus lebih dulu mendapat pengesahan dari pengelola pasar swalayan.
Selanjutnya teologi dalam konteksnya teologi alternatif. Tumbuhnya teologi konteks, artinya berpijak pada lokus (tepat dan waktu) tertentu. Seperti teologi pengharapan (Jurgen moltmann, revolisi (Richard saul), pembangunan dan pembebasan (Amerika latin), hitam (Afrika, Amerika), dan teologi minjung (Korea). Teologi konteks ini bermaksud untuk membela kemapanan gereja atau menggantikannya, tetapi bermaksud untuk mengisi kekurangan dari teologi gereja.
konteks teologi bagi Indonesia yang muncul pada tahun 1970 adalah teologi pembebasan dan teologi minjung. Kemudian muncul teologi pembangunan di kalangan (Dewan Gereja-gereja di Indonesia). Hal ini karena adanya sidang raya di Pematang Siantar 1971, DGI (saat ini PGI) mendirikan development center atau Darma Cipta yang di ketuai oleh (alm) Jend T. B Simatupang. Kritik terhadap teologi di Indonesia adalah kritik terhadap keadilan dan kemiskinan struktural.
Josef, menegaskan situasi di Indonesia sangat berbeda dengan situasi di Amerika latin dan juga situasi di Korea dan Afrika. Tidak tepat mencangkokkan teologi dalam konteks di suatu negara ke negara lain karena adanya perbedaan kebudayaan, sejarah dan situasi social politik. Di Amerika berlatar belakang Kotolik sedangkan di Indonesia berlatar belakang kemajemukan agama. Tetapi yang menjadi masalah teologi dalam konteks tidak di maksudkan menjadi teologi yang universal yang berlaku disegala tempat dan waktu. Teologi dalam konteks tidak di maksudkan menggantikan teologi gereja dan akademis.
Teologi akar rumput merupakan refleksi pengalaman melayani dan berjuang bersama rakyat dengan di soroti terang sabda Allah dalam Alktab. Tujuan teologi akar rumput ialah memberikan spritualtas. Yang menjadi pertanyaan bagi gereja teologi kebanyakan berkembang hanya di sekitar altar saja tetapi dalam membantu spritulitas keadilan sosial sangat berkurang. Padahal misi Allah sangatlah menyeluruh.
Latar belakang munculnya teologi akar rumput dalam pelayanan Yayasan Bimbingan Kesejahteraan Sosial Surakarta (YBKS) yang didirikan oleh tiga jemaat Gereja Kristen Indonesia sejak tahun 1974. yang melayani orang miskin dan orang yang tak berdaya serta memperjuangkan keadilan. Daerah Boyolali di gunjang oleh angin puyuh dan keesokan harinya YBKS berkunjung kepada salah satu keluarga, keluarga ini mengatakan kami masih beruntung mempunyai rumput untuk dipotong sebagai makanan ternak kami. Padahal tanaman mereka yang lainnya tumbang seperti cengkeh dan kelapa dan tidak terlalu di persoalkan secara berlebihan. Bahkan YBKS terasa di berkati dan mereka dapat berimajinasi untuk membuat teologi akar rumput. kejadian itu, mereka melihat hanya rumput yang dapat bertahan untuk hidup sementara yang lainnya tumbang dan mati .
YBKS membuat makna rumput dalam Alkitab sebagai lambing kekuatan rakyat yang tidak pernah punah sepanjang masa walaupun mengalami penindasan dan penganiayaan. Musim kemarau atau musim hujan tetap rumput hidup, dipangkas atau di makan hewan rumput tetap tumbuh. Mereka mengambil. Mazmur 104 : 14 berkata Entah yang menumbuhkan rumput bagi hewan dan tumbuh-tumbuhan untuk di usahakan manusia.
Dengan demikian YBKS mengalihkan kedalam kehidupan umat kepercayaan Allah berseru di tengah percaturan social polotik di Indonesia. Di mana dalam tiga dekade pembangunan 1966 ada tiga kekuasaan yang sangat memonopoli. yaitu power center, kekuatan bisnis dan kekuatan teknologi, serta yang menguasai pemerintahan. Kebanyakan orang berlomba bergantung pada kekuatan tersebut. Hal ini menyebabkan manusia kehilangan visi sehingga mereka cenderung untuk melakukan ketidakadilan melalui pemilikan kekuaasan, teknologi, dan kekayaan. Hanya manusia yang menyadari dirinya sebagai rumput yang layu dan kering adalah manusia yang beriman. Karena bagi rumput, layu dan kering merupakan sesuaatu yang tak dapat di hindari dalam berbagai hidup dengan ciptaan lain.
Dalam konteks di Indonesia, umat Kristen tidak boleh bergantung pada pusat kekayaan, teknologi dan kekuasaan. Karena semuanya bias hancur dan tumbang seperti cengkeh dan kelapa. Spritualitas seperti rumput yang memiliki resistensi, kerendahan hati, berbagi hidup sesama mahluk lain merupakan suatu praksis teologi.
Beberapa jalan yang harus di tempuh praksis teologi akar rumput menurut Yayasan Bimbingan Kesejahteraan sosial adalah sebagai berikut:
a). Cara baru dalam membaca Alkitab: mengalami cerita didalam kehidupan, teologi akar rumput berpusat untuk menafsirkan praksis kedalam kehidupan sehari-hari dengan pertolongan Alkitab.
b). Cara baru dalam bergereja : gereja bukan hanya sebagai kata benda tetapi kata kerja yang holistic dan menyeluruh. Sebab Tuhan Yesus mati bukan hanya kepada orang Israel saja tetapi untuk setiap orang yang berdosa.
c). Cara baru dalam menjalankan misi: karena keselamatan adalah anugrah maka misi Allah yang radikal dan tidak terbatasi itu sebabnya gereja harus mengetahui gerakan yang di buat Allah.
d). Cara baru dalam melihat realitas: transformasi atau perubahan yang utuh menjadi agenda dari misi Allah yang dilakukan gereja.

Menjelaskan bahwa teologi akar rumput belum dapat dikatakan suatu pemikiran teoloi yang utuh yang memiliki teologi dalam konteks di Indonesia. Teologi ini merupakan refleksi untuk memberdayakan spritualitas pelayanan bagi mereka yang terlibat dalam perjuangan dalam keadilan social di tengah-tengah masyarakat yang majemuk di Indonesia.

Karya Josef untuk mengungkapkan ini kepada para teologi sangat baik dan bagus. Buku ini juga cocok dipakai bagi kalangan awam supaya mereka tahu, bahwa sangat penting untuk mengetahui teologi-teologi yang sedang dipakai dan berkembang pada suatu yayasan. Kemungkinan juga para jemaat yang mau untuk mempelajari teologi yang lumayan sederhana tapi mendalam seperti ini akan membawa mereka dalam tahap pengetahuan yang lebih tinggi. Penulis sangat di berkati sewaktu menelaah buku ini, poin yang dapat diambil menurut penulis yaitu pertama, refleksi manusia tentang Allah tidak pernah lepas dari suatu lokus tertentu. Kedua, pelayanan seharusnya secara holostik. Ketiga, memperjuangkan keadilan lewat budaya local sesuai dengan konteks budaya tersebut. Empat, kehidupan yang mempertahankan iman dan menghilangkan rasa berkuasa. Lima, tidak ambisi untuk merebut kekuasaan.

Tidak ada komentar: